Kunker Erlangga ke Jepang akan Tarik Investor Energi Baru Terbarukan

  • Bagikan
Erlangga Hartarto.

JAKARTA, rakyatsultra.com – Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berharap kunjungan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Erlangga Hartarto ke Jepang mampu membawa investasi di bidang energi baru dan terbarukan.

“Harapannya dengan adanya kunjungan Pak Menko Erlangga ke Jepang bisa membawa investasi terutama di sektor EBT (Energi Baru Terbarukan). Karena bagaimana pun Indonesia tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan dari negara lain ataupun investasi dari negara lain,” kata Mamit di Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Erlangga Hartarto Senin (25/7) kemarin melakukan pertemuan dengan Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang baru, Nobumitsu Hayashi. Dalam pertemuan tersebut, dibahas tentang sejumlah proyek JBIC di Indonesia.

Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan, JBIC memiliki spesialisasi, yang salah satunya adalah pembiayaan di sektor energi. “Beberapa proyek infrastruktur utama seperti Pembangkit Listrik Tanjung Jati-B, Jawa 1 danpembangkit panas bumi Sarula dan Muara Laboh, serta proyek LNG Tangguh. Proyek-proyek ini menyediakan sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.” ujar Menko Airlangga.

Pemerintah indonesia berkomitmen untuk mencapai target pencapaian Net Zero Emission (NZE) di 2060. Untuk itu pemerintah melakukan sejumlah terobosan transisi energi yang lebih bersih dan juga berkelanjutan.

Mamit menambahkan, meski saat ini Rancangan Undang Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) masih belum disahkan. Kunjungan tersebut diharapkan mampu membuktikan keseriusan pemerintah dalam transisi konsumsi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).

Mamit berharap kunjungan tersebut membuka peluang kerja sama di bidang nuklir, pengembangan panel surya, panas bumi, ataupun tenaga angin.

“Meskipun misalnya saat ini kita masih menunggu UU EBT. Meskipun ini masih dalam persiapan, tapi paling tidak bagaimana kita bisa mengundang dan meyakinkan investor bahwa dalam proses ini Indonesia sangat menyambut baik,” lanjutnya.

Kendati demikian, Mamit menekankan pentingnya kerja sama dengan negara mana pun sejauh Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan baku dan menjadi konsumen. Jika demikian, Indonesia akan dirugikan karena menjual bahan baku dengan harga murah dan membeli barang jadi dengan harga lebih mahal.

“Dengan adanya investor ini kita bisa menjadi produsen dan juga memberikan kontribusi lebih. Sehingga multiplier effect (efek ganda) dari EBT ini benar-benar terlihat. Karena selama ini kalau misal kita kerja sama dengan China lebih banyak investasi di bahan baku. Kirim ke sana untuk diolah, terus dijual lagi ke Indonesia,” tegasnya.

Detilkan Proyek

Sementara itu, Analis energi dari lembaga pemikir iklim dan energi, Ember, Achmed Shahram Edianto menyatakan bahwa terkait kerjasama dan pembiayaan oleh Jepang, Achmed mendorong pemerintah untuk lebih mendetailkan jenis proyek dan mendorong pengembangan energi terbarukan.

“Pemerintah lebih mendorong tidak hanya teknologi yang mengurangi karbon tetapi mendorong pengembangan energi terbarukan. Ini sesuai dengan komitmen Jepang, yang menghentikan pembiayaan pembangkit listrik batubara, dan mendukung transisi energi,” tambah pria yang sedang kuliah di Universitas Tohoku di Sendai Jepang ini.

Selain Jepang, China juga tengah jor-joran membiayai proyek hijau yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan. Baik Jepang dan China memiliki keahlian sendiri dan juga dana melimpah yang bisa digunakan untuk proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia.

“Pendanaan Jepang banyak di geothermal karena ekspertisenya disitu. China kuat di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA). Sebagai negara kita mau mencari pendampingan teknikal, ekspertise dari masing-masing negara,” kata Achmed.

Dari beberapa proyek yang disampaikan Menko Erlangga, beberapa diantaranya dianggap cocok. Yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sarulla dan Muara Laboh.

“Momentum pemerintah sedang bagus sudah ada komitmen. Dalam konteks meminta asistensi, komitmen pemerintah Indonesia mencapai NZE, untuk energi terbarukan sudah sesuai. “ tandas Achmed. (RS)

  • Bagikan