Mantan Kades Mapila Diduga Serobot Lahan Milik Warga, Kuasa Hukum Adukan ke Polda Sultra

  • Bagikan

Kuasa Hukum warga, L Musafir AR SH (kiri) saat memasuskkan aduan ke Polda Sultra.

KENDARI – Mantan Kades Desa Mapila, Kecamatan Kabaena Utara, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), berinisial S diduga menyerobot lahan milik 23 warga di desa tersebut. Bahkan, lahan itu berdasarkan keterangan Kuasa Hukum warga, L Musafir AR SH telah dijual ke pihak perusahaan.

Kepada media, Musafir menjelaskan bahwa lahan tersebut merupakan milik 23 kliennya yang telah di kuasai sejak 1993. Bahkan sejak kepemilikan tersebut, tidak ada permasalahan sengketa yang terjadi.

“Namun pada akhir-akhir ini lahan tersebut menjadi bermasalah dikarenakan Kepala Desa Mapila atas nama Sudirman, telah mengetahui bahwa lokasi lahan tersebut masuk dalam area rencana pertambangan oleh pihak perusahaan,” ujarnya, Jumat (4/3/2022).

Katanya, perusahaan tersebut bakal membangun smelter baru di lahan tersebut. Terkait hal ini, lanjut Musafir, terbitlah yang namanya Tanah Kas Desa (TKD). Dimana TKD itu mencapai kurang lebih 90 hektare dan menjadi masalah bagi kliennya.

“Dugaan penyerobotan lahan ini dilakukan salah satu oknum kepala desa yang berinisial S dan statusnya kemarin masih kepala desa. Maka menurut saya bahwa diduga terjadi persengkokongkolan dimana kepala desa terlibat dalam penjualan Tanah Kas Desa. Sebelumnya klien kami pernah bermohon kepada Kepala Desa Mapila untuk penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT), namun kepala desa berinisial S menolak dan berdalih bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara dan tidak boleh dibuatkan SKT dan dimiliki,” terangnya.

Namun, dalam hal ini, sambung Musafir, ketika orang-orangnya S meminta untuk diterbitkan SKT, ia menerbitkannya dan menjualnya kepada salah satu perusahaan.

Musafir menambahkan, dari hasil penjualan tersebut, kliennya mendapat kompensasi sebesar Rp 15 juta per kepala keluarga dari penjualan TKD tersebut. Sementara dari 90 hektare menjadi luas keseluruhan lahan 171 hektare, kata dia, kliennya menduga kepala desa berinisial S melakukan penyerobotan lahan, karena S merasa dirinya sudah membeli dan mengklaim lahan seluas 171 hektare itu masuk di wilayahnya yang sudah dibebaskan.

“Sejauh ini klien kami meminta kepihak perusahaan untuk memperlihatkan seperti apa syarat-syarat pembelian tanah yang termasuk dalam pembebasan lahan tersebut dan pihak perusahaan pun tidak berani memperlihatkan kemudian diduga melakukan intimidasi kepada klien kami,” tegas Musafir.

“Yang jelas saya sudah adukan kemarin itu terkait dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan salah satu oknum kepala desa bernisial S dalam hal ini terkait penjualan Tanah Kas Desa ke perusahaan. Dalam aduan klien kami diwakili masyarakat mengadukan hal itu ke Polda,” tambahnya.

Musafir mengaku dari total tanah di Desa Mapila seluas 171 hektare dengan rincian 90 hektare TKD dan sisanya 81 hektare dibuatkan SKT oleh Kades dan diberikan ke orang-orang terdekatnya. Negara disinyalir mengalami kerugian mencapai Rp 9 miliar sesuai dengan NJOP harga tanah sebesar Rp 100 juta per hektar.

“Saya fokus pada pengaduan tindak pidana dugaan korupsinya dengan gugatan tidak ada surat-surat yang dapat di perlihatkan oleh oknum kepala desa dan pihak perusahaan dan klien kami juga mengatakan jika S dan pihak perusahaan telah menguasai hak miliknya dan itu berdasarkan semenjak dikelola pada tahun 1993. Maka dari itu saya kuasa hukum dari 23 masyarakat di Desa Mafila yang lahannya masuk ke Tanah Kas Desa dan sebagian tidak termasuk akan terus kami dampingi dalam proses hukumnya,” tutup Musafir.

Saat dikonfirmasi melalui telefon genggamnya, mantan kades Mapila berinisial S belum bisa dihubungi. (red)

  • Bagikan