Kemenaker Buka Suara Soal Pencairan JHT Usia 56 tahun

  • Bagikan

Kemenaker Buka Suara Soal Pencairan JHT Usia 56 tahun

Rakyatsultra , — Kemenaker buka suara terkait polemik Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Lewat keterangan resmi yang diterima Minggu (13/2/2022), Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Fadhly Harahap mengatakan, terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini sudah melalui proses dialog dengan stakeholders ketenagakerjaan dan K/L terkait.

Walaupun demikian, karena terjadi pro-kontra terhadap terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh.

Chairul menjelaskan, bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) berasal  dari akumulasi iuran wajib dan hasil pengembangannya.

“Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang,” kata Chairul melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, diterima Minggu, 13, Februari 2022.

Chairul menjelaskan, meskipun tujuannya untuk perlindungan di hari tua, meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT-nya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila Peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun.

Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.

Dalam PP tersebut, jelas Chairul, juga telah ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun.

Skema ini, untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai,” ujarnya.

Kata Chairul, pemerintah juga telah meluncurkan berbagai jenis kebijakan dan program  jaminan sosial untuk pekerja dalam menghadapi berbagai resiko.

Baik saat bekerja, maupun saat sudah tidak bekerja.

Seperti kecelakaan, sakit, meninggal dunia, PHK, hingga situasi usia yang sudah tidak produktif.

Berbagai jenis jaminan sosial tersebut Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Sedangkan yang terkait dengan pekerja yang mengalami PHK, mereka berhak mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang Jaminan Hari Tua.

Pemerintah juga meluncurkan program baru sebagai bantalan untuk mereka yang terPHK, yakni Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja.

Sehingga diharapkan pekerja bisa survive dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial untuk para buruh tersebut, maka khusus Jaminan Hari Tua (JHT) dikembalikan kepada fungsinya.

Yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya  memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi.

Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

  • Bagikan