Tokoh Masyarakat Busel: Jangan Kadali Masyarakat dengan Alasan Investasi

  • Bagikan

Laode Alirman

BATAUGA- Prokontra pemanfaatan hutan di Areal Penggunaan Lain (APL) Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan masih berlanjut.

Kawasan yang rimbun dan ditumbuhi pohon-pohon yang bernilai ekonomi tinggi diduga akan ditebang untuk ditanami bawang merah dan kopi oleh salah satu perusahaan swasta di Sultra.

Tokoh Masyarakat Kabupaten Busel, Laode Alirman menuturkan Buton Selatan yang terkenal dengan hasil perkebunan jati sejak zaman kesultanan Buton berjaya kini berangsur hilang dari pandangan.

Itu karena hutan jati dan pohon lain yang bernilai ekonomi tinggi kini telah dialih fungsikan menjadi perkebunan jangka pendek.

“Di Busel ini dulu banyak perkebunan jati yang cukup di kenal. Untuk wilayah Lipu Mangau itu dulu dijadikan penangkaran ternak kesultanan Buton yang ternaknya berkeliaran di kawasan hutan jati. Jadi, dulu Sampolawa ini sangat terkenal dengan jatinya bahkan menjadi salah satu daerah penyemaian sumber benih jati Nusantara,” tuturnya.

Kata dia, pihaknya sangat mengapresiasi langkah Pemkab Busel untuk menghadirkan perkebunan bawang dan kopi di Kecamatan Sampolawa. Namun demikian, bukan berarti lahirnya perkebunan tersebut justru menghilangkan perkebunan yang didalamnya ditumbuhi pohon jati dan pohon cendana ungu (sonokeling) yang terkenal dengan sebutan kayu cantik.

“Tidak jadi masalah kalau mau bikin perkebunan bawang dan kopi di hutan APL Busel. Tapi apa sudah ada kajian teknis atau penelitian bahwa di wilayah itu dapat ditumbuhi bawang merah dan kopi dengan subur atau tidak,” tambahnya

Dia menambahkan, pihaknya menaruh curiga atas rencana pemerintah yang mengamini pihak swasta untuk memanfaatkan kawasan APL Busel yang mencapai 65 hektare itu. Apalagi, sejauh ini pihak Pemkab Busel belum mengetahui persis rekam jejak (track record) perusahaan itu dalam urusan perkebunan.

“Jangan lagi kita menambah bom waktu untuk menimbulkan perselisihan di masyarakat dengan mengejar sesuatu dengan maksud terselubung. Berkaca dari kasus jati Sampolawa 2015 silam yang konon buat perkebunan ubi tapi justru yang ada hanya untuk bagaimana menghabisi jati Sampolawa namun ubinya sampai sekarang belum tumbuh,” sentilnya

Dia menjelaskan, masyarakat Kecamatan Sampolawa tentu tidak ada niatan menghalang-halangi investasi untuk tumbuh subur di Bumi Gajah Mada itu. Pasalnya, investasi akan mendorong ekonomi masyarakat di daerah tersebut yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan.

“Kita ingin melestarikan alam negeri kita agar dapat termanfaatkan secara terus menerus untuk kepentingan jangka panjang. Jangan sampai cara-cara terselubung muncul dengan menghabiskan kepentingan jangka panjang sementara perkebunan jangka pendek tidak berhasil,” tutup pria yang juga budayawan itu. (m2/b/aji)

  • Bagikan