Peras Investor yang Akan Berusaha di Kota Kendari, Sulkarnain Kadir Ditahan

  • Bagikan
Sulkarnain Kadir saat digiring ke mobil tahanan.

KENDARI – Usai menghadiri  panggilan kedua untuk diperiksa sebagai tersangka dalam perkara Tipikor pengurusan izin PT. Midi Utama Indonesia atau Alfamidi, mantan Wali Kota Kendari Periode 2019-2022, Sulkarnain Kadir ternyata tak lagi pulang ke rumah.

Dirinya langsung ditahan Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan di jebloskan ke Rutan Kelas II A Kendari mengunakan mobil Tahanan Kejati Sultra. Saat keluar meninggalkan kantor Kejati Sultra, tangannya sudah diborgol dan mengenakan rompi tahanan, Rabu (23/8) malam.

“Itu (tersangka) mantan Wali Kota Kendari namanya Sulkarnain Kadir alias SK, pada hari ini telah dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik, dan yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka di Minggu yang lalu,” ungkap Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan saat diwawancara oleh fajar.co.id (grup Rakyat Sultra) di Kejati Sultra.

Selanjutnya, penyidik menetapkan terhadap yang bersangkutan dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan.

“Tersangka dikenakan Pasal, yakni pasal 12 huruf e tentang pemerasan, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara, maksimal 20 tahun penjara,” jelasnya. 

Kata Ade, tersangka Sulkarnain Kadir tidak dikenakan Pasal 2, Pasal 3 UU Tipikor. Karena itu (pasal) terkait kerugian keuangan negara, tapi tersangka dikenakan pasal 12 huruf e adalah tindakan penyelenggara pemerintahan yang memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu disitu.

“Ada unsur paksaannya di situ. Jadi makanya terhadap yang bersangkutan, dikenakan pasal 12 huruf e,” jelasnya.

Sambungnya, kalau yang memeras, berarti pasal yang disangkakan adalah salah satu pihak.

“Kalau konstruksinya bahwa yang bersangkutan itu, ada orang yang sedang mengurus izin atau perizinan, dia mau berusaha di Kota Kendari, dia mau membangun itu, nah, kemudian pada saat pembangunannya itu, dia diberikan syarat-syarat dengan imbalan, dia diminta untuk membuatkan kampung warna-warni dengan meminta imbalan Rp. 700 juta untuk pembangunan kampung warna-warni. Tapi di satu sisi, kampung warna-warni tersebut juga sudah dibiayai di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD),” bebernya.

“Kalau pasal 12 huruf e itu pemerasan, jadi yang memeras, misalnya salah satu contoh, ada orang yang diperas, berarti orang yang memerasnya saja. Kenapa bukan gratifikasi, karena disini ada unsur memaksanya,” jelasnya.

Terkait apakah akan ada tersangka baru selain Sulkarnain Kadir, Ade menyampaikan hal itu tidak menutup kemungkinan kalau fakta-fakta baru  dipersidangan muncul. “Jadi tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru,” ujarnya.

“Jadi ini (perkara ini) akan terus kita dalami terkait perannya Sulkarnain Kadir,” imbuhnya.

Terkait adanya dugaan suap sebesar 500 juta yang dananya diberikan di areal Masjid Alam, kata Asintel Kejati, bahwa pihaknya akan menunggu perkembangan hasil persidangan.

“Laporan perkembangan persidangan, itu kan akan muncul dan dilaporkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Kejati Sultra. Itu tentunya akan didalami berikutnya, kalau memang seperti itu (ada dugaan Suap),” pungkasnya.(FNN/RS)

  • Bagikan