Sebelum Mitigasi, Ini yang Harus Dilakukan untuk Meminimalisir Dampak Gempa Bumi

  • Bagikan

YOGYAKARTA – Dunia sedang berduka karena gempa bumi berkekuatan 7,8 magnitudo mengguncang Turki dan Suriah. Sampai saat ini korban jiwa sudah lebih dari 12.000 orang.

Gempa bumi adalah goncangan permukaan bumi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba di litosfer bumi yang menimbulkan gelombang seismik. Indonesia adalah salah satu negara yang rawan terjadi gempat bumi dan tsunami.

Pakar geologi dan kebencanaan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno mengatakan gempa dahsyat seperti di Turki dan Suriah sangat mungkin terjadi di Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus melakukan tindakan agar bisa meminimalisir dampak gempa.

“Sebelum bicara mitigasi, yang perlu dilakukan adalah pemetaan gedung-gedung tua yang akan jadi masalah,” kata Eko, Rabu (8/2).

Dia mengatakan Indonesia pernah dilanda gempa hebat, misalnya yang terjadi di Aceh pada 2004, di Jogja pada 2006, dan di Sumatera Barat pada 2009.

“Berdasarkan sejarah kejadian gempa di Indonesia, sangat memungkinkan terjadi dan berulang di Indonesia. Gempa Aceh bahkan lebih kuat dari gempa Turki. Tentu dengan mekanisme yang berbeda,” ujar dia.

Selain bangunan tua, pemetaan juga perlu menyasar gedung-gedung tinggi atau bertingkat yang berada di kawasan rawan gempa dan memiliki kerentanan tinggi.

Setiap pemilik gedung, kata Eko, harus menguji kelayakan gedung yang dimiliki.

“Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab semua,” kata Koordinator Program Studi Magister Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta ini.

Tanpa pemetaan yang baik, Eko khawatir kesiapsiagaan dan mitigasi akan jauh dari harapan kala bencana gempa terjadi.

Menurut dia, perlu ruang bagi para ahli bangunan gedung untuk ikut mencermati gedung-gedung yang ada sehingga risiko kerusakan akibat gempa bisa ditekan.

“Beri mereka ruang untuk bekerja dan membuat keputusan. Namun, sayangnya keputusan mereka tidak populer sehingga yang tidak mendukung dan tidak memberi ruang dan peran,” kata dia.

Pemetaan tersebut, kata Eko, sekaligus memetakan mana gedung yang menyimpang antara perencanaan dan fakta konstruksinya.

Menurut dia, perlu pula dilakukan kajian forensik atas gedung apakah gedung tersebut telah dibuat secara baik sesuai dengan perencanaan dan penganggarannya. (jpnn/RS)

  • Bagikan