LABUNGKARI — Ketidakpastian kembali menyelimuti 17 desa di Kabupaten Buton Tengah (Buteng). Setelah sempat dipersiapkan untuk mengikuti pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak, kini rencana tersebut terancam berubah arah.
Hal tersebut diketahui saat beredarnya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 100.3/4179/SJ tertanggal 31 Juli 2025, yang membuka kemungkinan untuk pengukuhan ulang kepala desa lama.
Untuk diketahui, Pemkab Buteng sebelumnya telah mengukuhkan 50 kepala desa pada 23 Agustus 2024. Pengukuhan itu merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, yang memperpanjang masa jabatan kepala desa dari enam menjadi delapan tahun.
Secara otomatis, 50 kepala desa yang dikukuhkan memperoleh tambahan masa jabatan dua tahun sejak tanggal pengukuhan.
Namun, dari total 67 desa di Buteng, masih ada 17 desa yang tidak termasuk dalam pengukuhan tersebut. Pasalnya, masa jabatan kepala desa di 17 desa itu telah berakhir lebih awal, yaitu pada Desember 2023, dan belum sempat diperpanjang karena terhalang moratorium Pilkades nasional.
Untuk mengisi kekosongan, Bupati Buteng, Dr. H. Azhari melantik Penjabat (Pj) Kepala Desa bagi 17 desa tersebut pada 22 April 2025. Pemkab kala itu merancang pelaksanaan Pilkades serentak pada tahun ini untuk mengembalikan kepemimpinan definitif di desa-desa itu.
Namun, situasi berubah cepat. Surat Edaran Mendagri yang baru saja terbit pada 31 Juli 2025 menyebutkan bahwa kepala desa yang masa jabatannya berakhir antara 1 November 2023 hingga 31 Januari 2024, dan belum diganti karena terkena dampak moratorium, masih bisa dikukuhkan kembali dengan tambahan masa jabatan maksimal dua tahun. Pengukuhan tersebut dapat dilakukan paling lambat pada minggu keempat Agustus 2025.
Kabar ini cepat menyebar melalui grup-grup WhatsApp. Mantan kepala desa dari 17 desa yang sebelumnya sudah menepi, kini kembali memasang harapan. Namun di sisi lain, muncul pula kebingungan karena secara administratif, mereka telah digantikan oleh Pj Kades yang baru.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Buteng, Armin mengatakan bahwa pihaknya belum menerima salinan resmi SE tersebut melalui jalur pemerintahan.
Ia menyebut saat ini pihaknya sedang melakukan klarifikasi langsung ke Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan keaslian dan validitas dokumen yang beredar.
“Saya sementara konfirmasi ke Kemendagri terkait keabsahan SE ini. Di era digitalisasi ini kita harus antisipasi kemungkinan terburuknya, asli atau palsu,” ujar Armin saat dikonfirmasi via WhatsApp, Minggu (3/8).
Armin juga mengimbau seluruh masyarakat desa dan para pemangku kepentingan untuk tidak mengambil langkah administratif apapun sebelum ada kejelasan resmi dari pemerintah pusat.
Disamping itu juga menegaskan bahwa penanganan persoalan ini akan dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab, demi menjaga stabilitas pemerintahan desa dan menghindari konflik administratif yang merugikan masyarakat.RS