JAKARTA – Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin mengaku geram dengan keberadaan pakaian bekas impor yang sangat digemari masyarakat Indonesia saat ini.
Menurut Sultan, pakaian bekas impor merupakan produk ilegal yang tidak seharusnya dibiarkan bebas mengganggu industri tekstil lokal.
Pakaian bekas impor harus dimaknai sebagai sisa pemakaian dan bahkan sampah dari negara asalnya.
Dia menyebutkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022, pakaian bekas dan barang bekas lainnya termasuk yang dilarang impor dengan pos tarif atau HS 6309.00.00 dan tertera di bagian IV Jenis kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Karena itu, Sultan meminta pemerintah harus menindak tegas pelaku penyelundupan dan pedagang yang sangat merugikan pelaku usaha dan industri tekstil lokal.
“Bagi kami, siapa pun yang terlibat dan melakukan pembiaran terhadap aktivitas penyelundupan dan perdagangan produk ilegal tersebut tidak memiliki rasa nasionalisme,” tegas mantan ketua HIPMI Bengkulu itu melalui keterangan resminya, Rabu (15/3).
Sultan juga mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Bea Cukai untuk tidak bermain mata dengan para penyelundup dan pedagang, meskipun pasar Indonesia sangat seksi bagi produk pakaian bekas impor.
Menurutnya, pemerintah dan semua pihak berkewajiban memberikan edukasi bagi masyarakat untuk menjaga kehormatan bangsanya dengan tidak membeli produk pakaian bekas milik bangsa lain.
“Saya kira fenomena ini menjadi ujian nasionalisme terhadap petugas di perbatasan dan masyarakat dalam melindungi dan mencintai produk dalam negeri,” ujarnya.
Mantan Wagub Bengkulu itu menekankan agar pemerintah perlu mempertegas aturan yang melarang peredaran pakaian bekas impor dengan pengawasan dan ancaman hukum yang lebih serius.
“Mari kita apresiasi produk hasil karya anak bangsa kita sendiri dengan tidak membeli pakaian bekas hasil selundupan,” ajak Sultan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor pakaian bekas di Indonesia mencapai 26,22 ton sepanjang 2022.
Nilainya mencapai USD 272.146 atau setara dengan Rp 4,21 miliar (asumsi kurs Rp 15.468 per USD).
Adapun, volume impor pada 2022 tersebut melesat 227,75 persen dibandingkan volume pada 2021 yang mencapai 8 ton.
Bila dilihat secara nilai impor, kenaikannya mencapai 518,5 persen dibandingkan 2021 yang mencapai USD 44 ribu. (jpnn/RS)