HALMAHERA TENGAH – Polda Maluku Utara (Malut) mengusut kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kawasan pertambangan PT IWIP Desa Lelilef, Kabupaten Halmahera Tengah.
Dirreskrimum Polda Malut Kombes Asri Effendy mengatakan penanganan kasus itu bertepatan dengan operasi pekat Kie Raha yang mereka gelar.
Dalam pengungkapan kasus TPPO, pihaknya mengamankan satu pengguna jasa prostitusi, satu korban perempuan anak di bawah umur, dan muncikari atau germo.
“Dalam pengungkapan kasus ini, kami akan fokus pada proses itu muncikari dengan insial MS dan MRH,” ujarnya.
Asri mengatakan bisnis lendir itu menggunakan modus penawaran jasa seks komersial untuk karyawan yang bekerja di perusahaan tambang PT IWIP di Kabupaten Halmahera Tengah.
“Satu kali kencan Rp 500 ribu, untuk long time lebih dari Rp 3 juta, sedangkan short time Rp 1,5 juta,” ujarnya.
Modus penawaran dalam kasus ini, kata dia, menggunakan aplikasi Messenger Facebook, yakni pengguna jasa prostitusi langsung memesan melalui messenger kepada muncikari.
“Kalau biasanya lewat MiChat, yang ini kasus TPPO proses transaksinya dan komunikasi melalui Messenger Facebook,” ujarnya.
Dalam kasus ini, pihaknya sudah menetapkan satu muncikari dengan inisial MS sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPO.
“Saat ini, tersangka muncikari MS telah kami amankan di Polres Ternate,” ujarnya. Kini, MS harus mendekam di balik jeruji besi dan dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Seorang korban perempuan yang masih di bawah umur, lanjut dia, sudah diserahkan ke UPTD DP3A Provinsi Malut untuk dilakukan pemulihan.
“Bagi pengguna jasa, hanya dijadikan saksi dalam kasus TPPO ini,” ujarnya.
Dalam pengungkapan kasus TPPO ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa kondom, karpet, ponsel merek iPhone, Vivo, Realme, dan sebuah dompet serta uang senilai Rp 2,9 juta. (jpnn/RS)