TRENGGALEK – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Trenggalek tidak akan memberikan bantuan hukum kepada pengajar yang diduga mencabuli lima murid lelaki di sekolah.
“Kami sudah melakukan rapat dan hasilnya disepakati bahwa itu merupakan perbuatan menyimpang dan tidak akan melakukan bantuan hukum,” kata Ketua PGRI Trenggalek Munib dikutip dari Antara, Minggu (26/2).
Dia menuturkan ada sejumlah pertimbangan sebelum PGRI memutuskan untuk tidak menyediakan bantuan hukum kepada oknum guru yang masih anggotanya tersebut.
Tindakan yang bersangkutan, kata dia. dinilai mencemarkan dan mencoreng institusi pendidikan.
“Yang lebih memberatkan tindakan itu dilakukan di lingkungan sekolah saat kegiatan belajar mengajar tengah berjalan,” katanya.
Di sisi lain, tindakan pencabulan dilakukan terhadap anak yang bisa berdampak berubahnya perilaku anak yang menjadi korban sehingga berimbas masa depan anak.
“Atas pertimbangan itu, organisasi tidak menghalangi jika yang bersangkutan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku, termasuk dari aturan kepegawaian. Karena tindakan itu berhubungan dengan moral sebagai seorang guru sehingga apa pun alasannya itu merupakan hal keliru,” katanya.
Munib menyebut apa yang dilakukan oknum guru itu melanggar kode etik. Kasus yang menyeret anggotanya itu tidak patut dilakukan seorang guru, apalagi oknum guru itu merangkap sebagai plt kepala sekolah.
Sebelumnya oknum guru berinisial ASB (45) dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan terhadap lima murid lelaki dalam kurun waktu tertentu.
Kini oknum guru itu telah ditahan kepolisian. Dia dijerat Pasal 76 E jo Pasal 82 Ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Sementara untuk sanksi etik masih menunggu kasus itu memiliki kekuatan hukum tetap. Oknum guru itu terancam dipecat jika terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan. (jpnn/RS)