KENDARI — Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Kendari, Senin (27/2).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari Dr. Ahmad Rustan, SH, MH mengatakan, ahli Hukum Tata Negara ini memberikan kuliah “Menyoal Kontitusionalitas Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup dalam Pemilu” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari.
“Perdebatan tentang Sistem Proporsional tertutup kembali menjadi sorotan publik setelah beberapa waktu yang lalu Hasyim Asyiari, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pernyataan tersebut melahirkan pro dan kontra dari beberapa kalangan termasuk civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari,” jelasnya.
Ahmad Rustan menguraikan, Pemilu 2024 mendatang tantangannya jauh lebih berat dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Para elit politik mulai memanaskan mesin politiknya dengan menggunakan berbagai cara dan strategi yang dianggap menguntungkan. Salah satu di antaranya adalah upaya untuk kembali pada system proporsional tertutup.
“Kehadiran Dr. Refly Harun diharapkan dapat memberikan perspektif dalam memperkaya khasanah pemikiran bagi civitas akademika Fakultas Hukum UM Kendari,” ucap Ahmad Rustan saat membuka perkuliahan.
Refly dalam kuliah umumnya, menyatakan setiap sistem pemilu tentunya memiliki kelebihan maupun kekurangan masing-masing. Secara historis, Indonesia pernah menggunakan sistem proporsional tertutup cukup lama di masa orde baru.
Sistem Proporsional terbuka membuat rakyat dapat menentukan pilihan politiknya secara langsung, tetapi kecurangan potensinya sangat tinggi karena biaya dan unit perhitungan sangat tinggi. Sementara itu, proporsional tertutup lebih sederhana karena unit perhitungan lebih sedikit.
Pada sistem ini, partai politik (parpol) dapat menyetir siapa yang nantinya akan terpilih dan tidak terpilih. Sebab, urutan pilihan didasarkan pada urutan proporsional yang diajukan oleh parpol.
Lebih lanjut Refly mengatakan sebagian besar partai politik tidak menyetujui sistem proporsional tertutup karena sistem ini hanya menjadikan calon legislatif sebagai kuda tunggangan saja.
“Pemilih kita pada umumnya memilih karena figur calonnya, bukan partainya. Sehingga Ketika system itu dirubah menjadi tertutup, calegnya yang sudah terlanjur kampanye saat ini bisa pada mundur semua, karena tidak ada jaminan dia yang bakal duduk mewakili partainya,” kata Refly.
“Mereka yang mendapatkan nomor urut bawah hampir dapat dipastikan tidak akan mendapat kursi karena pada umumnya setiap partai dalam sebuah daerah pemilihan paling banyak hanya mampu mendudukkan dua wakilnya di DPR,” ucapnya.
Meski begitu, Refly Harun menekankan tidak ada sistem pemilu yang mutlak benar atau baik, tetapi tergantung kebutuhan. Bagi rakyat, sistem proporsional terbuka cenderung menjadi pilihan yang paling rasional karena rakyat tidak ingin “membeli kucing di dalam karung” seperti terjadi di zaman orde baru yang duduk di parlemen adalah orang-orang yang sebetulnya tidak diinginkan oleh rakyat.
Refly Harun mengatakan tantangan pemilu ke depan semakin kompleks dan potensi kecurangan sangat tinggi. Oleh karenanya hal Yang paling terpenting dari pemilu itu adalah jujur dan adil.
“Tanpa itu semua, maka kita tidak akan menuju pada system pemilu yang ideal,” ucapnya.(RS)