Ribuan Calon PPAT Menagih Janji Kementerian ATR/BPN

  • Bagikan

BANDUNG – Perwakilan calon Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang lulus passing grade tahun 2022 menagih janji Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Pasalnya, nasib mereka hingga saat ini digantung karena belum mendapatkan wilayah kerja. Ribuan calon PPAT itu menuntut surat keterangan lulus dan peningkatan kualitas kepada Kementerian ATR/BPN.

Salah satu perwakilan calon PPAT yang lulus ujian, Aryani Fitri mengatakan, sebanyak 3.200 calon PPAT sudah melaksanakan ujian dan dinyatakan lulus dengan nilai di atas 80.

Dari 3.000-an calon itu, 1.500 di antaranya sudah mendapatkan formasi, sementara sisanya 1.700 masih digantung nasibnya.

100 orang dari seribuan calon PPAT itu berasal dari wilayah Jawa Barat.

“Sebanyak 1.700 orang itu belum mendapatkan wilayah, ya kami-kami ini,” kata Fitri dalam keterangannya, Kamis (23/2).

Kata Fitri, ribuan calon PPAT itu menuntut tiga hal ke Kementerian ATR/BPN, yakni pemberian surat keterangan lulus (SKL) selama lima tahun, penempatan wilayah, dan peningkatan kualitas bagi calon PPAT yang dinyatakan lulus.

“Kami sangat butuh sekali, kami sudah berjuang dari Desember 2022. Kami telah mengirimkan surat ke PP IPPAT (pengurus pusat ikatan pejabat pembuat akta tanah), di sana mengatakan bahwa calon PPAT yang lulus berhak mendapatkan SKL,” ujarnya.

Setelah pertemuan itu, kata Fitri, pada 19 Desember 2022 pihaknya melayangkan surat dan menagih kejelasan status ribuan calon PPAT itu ke Kementerian ATR/BPN, namun tak ada balasan.

Surat kedua kembali dilayangkan pada 6 Januari 2023, hingga 10 hari kerja pihak kementerian masih tak juga merespons.

“Tanggal 18 Januari kami kirim surat kembali, hingga sekarang tidak mendapatkan balasan juga,” jelasnya.

Karena tak kunjung direspons, Fitri dan rekan-rekannya mengirim surat ke Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni pada 30 Januari.

Sehari setelah surat dikirim kepada wamen, ribuan calon PPAT itu akhirnya bertemu dengan Raja Juli Antoni dan mereka dijanjikan untuk dilakukan pertemuan kembali untuk membahas tuntutannya.

“Akhirnya reschedule untuk bertemu, tetapi sampai saat ini belum ketemu, saya harap ada solusi dan teratasi, sudah dua bulan lebih belum ada kepastian,” ungkapnya.

Senada dengan rekannya, Tommy Sukmadinata juga mengaku saat ini statusnya belum jelas. Padahal dia sudah lulus passing grade calon PPAT.

Ia pun menagih surat SKL dan penempatan formasi yang seharusnya didapatkan.

“Waktu ujian itu ada pilihan untuk memilih wilayah kerja dua, yang tidak memilih gugur, tetapi yang memilih dan tidak dapat kuota, karena sedikit 200 sekian, sedangkan diperebutkan ribuan orang. Kami ini digantung, padahal kami memilih (wilayah kerja),” ujarnya.

Tommy menjelaskan, saat ini penempatan formasi dilakukan dalam format perankingan, sehingga ia dan rekan-rekannya dianggap gugur dengan sendirinya.

Ia menilai, hal itu sudah melanggar aturan yang ada, sebab dalam PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang perubahan atas Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT.

“Jadi, kalau di undang-undang terkait mengadakan formasi PPAT, mengadakan kuota dipilih beberapa kota, secara undang-undangnya ini telah dihapuskan, bukan kewenangan kementerian lagi,” tuturnya.

“Dulu ada kewenangan PP 37/1998, itu kewenangan formasi memang kementerian, setelah ada PP baru, PP 24/2016 perubahan atas PP 37/2016 itu, di pasal 2 ayat 5 menyebutkan semua ketentuan mengenai formasi sebagaimana tahun 1998 tentang peraturan PPAT dan peraturan pelaksanaannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” paparnya. (jpnn/RS)

  • Bagikan

Exit mobile version