JEMBER – Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jember Alfonsus Nahak menolak permohonan praperadilan kiai FM yang menjadi tersangka dalam kasus kekerasan seksual dan pencabulan terhadap santri-santrinya.
“Mengadili, dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata hakim Alfonsus saat membacakan putusan praperadilan di ruang sidang kartika PN Jember, Jawa Timur, Senin (13/2).
Hakim menilai Polres Jember sudah melakukan prosedur yang tepat dalam tahapan penyidikan, penggeledahan, penetapan tersangka, dan penahanan.
Hakim menganggap pihak termohon sudah sesuai prosedur hukum dan telah memenuhi syarat kecukupan alat bukti.
Sementara penasihat hukum termohon (Polres Jember) Dewatara mengatakan pihaknya mengapresiasi putusan hakim PN Jember yang menolak seluruh permohonan pemohon, selanjutnya proses hukum akan dilanjutkan.
“Proses penyidikan sementara ditunda selama persidangan praperadilan yang diajukan oleh tersangka untuk menghormati proses hukum tersebut. Setelah putusan praperadilan ditolak, maka prosesnya akan kami lanjutkan,” katanya.
Dia mengatakan pihaknya segera melengkapi berkas kasus kekerasan seksual dan pencabulan yang dilakukan oleh tersangka agar perkara tersebut segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jember dan disidangkan di PN setempat.
Dikonfimasi terpisah, penasihat hukum Kiai FM, Edi Firman, mengatakan pihaknya akan mengajukan eksaminasi ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk menguji baik substansi putusan maupun prosedur acara yang dilakukan selama persidangan berlangsung.
“Kami menilai putusan hakim tidak sesuai dengan fakta di persidangan praperadilan, sehingga kami akan mengajukan eksaminasi ke MA dan KY,” ucapnya.
Sebelumnya Polres Jember menetapkan pengasuh pondok pesantren di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Kiai FM sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual dan pencabulan yang dilakukan kepada santri-santrinya. Jumlah korban yaitu empat santri.
Tersangka dijerat pasal berlapis yakni pasal 82 Ayat (1) dan (2) juncto Pasal 76 huruf E UU RI Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan atau Pasal 6 huruf C juncto Pasal 15 huruf B, huruf C, huruf D, huruf g, huruf i UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau Pasal 294 Ayat (2) KUHP. (jpnn/RS)