AMBON – Pemerintah akan memberlakukan penghapusan tenaga honorer pada 2023.
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Maluku sudah melakukan pendataan dan verifikasi tenaga non-ASN yang bekerja di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku.
Pendataan dan verifikasi itu dilakukan menjelang pembukaan formasi pengangkatan PPPK serta keputusan pemerintah menghapus tenaga honorer pada 2023.
Kepala BKD Maluku Jasmono menjelaskan sudah 1.718 pegawai honorer yang terdata dan diveridikasi hingga minggu terakhir September 2022.
Menurut dia, batas akhir pelaporan pendataan di tahap prafinalisasi, yakni 30 September 2022.
Setelah itu, akan dilaporkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Selanjutnya, akan dilakukan uji publik untuk memastikan apakah seluruh tenaga non-ASN sudah terdata atau belum.
“Jika masih ada yang belum terdata, maka akan dilakukan pendataan tambahan pada Bulan Oktober,” ungkap dia di Ambon, Rabu (28/9).
Dari jumlah tenaga honorer yang telah terdata, kata Jasmono, sebagian besar di antaranya berprofesi sebagai guru.
Hanya saja, Jasmono tidak memerinci jumlah guru honorer.
Seluruh data tenaga honorer itu telah dimasukkan ke dalam sistem.
Sebanyak 1.332 orang di antaranya telah memiliki akun pendataan non-ASN. Dengan akun yang dimiliki, para honorer dapat langsung mengecek data mereka yang telah dimasukkan ke dalam sistem.
“Jika ada data yang kurang masing-masing honorer dapat menambah datanya,” kata Jasmono. Lebih lanjut Jasmono mengakui masih banyak tenaga honorer yang belum terdata dan diverifikasi.
Pemprov Maluku akan meminta KemenPAN-RB memperpanjang proses verifikasi dan identifikasi data tenaga honorer.
Dia menambahkan pendataan dan verifikasi identifikasi merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, PP Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, serta PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Tujuannya untuk memastikan status kepegawaian tenaga honorer agar mereka memperoleh gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum regional (UMR).
“Selama ini gaji diperoleh para honorer bervariasi ada yang sesuai UMP, UMR, tetapi banyak juga yang di bawah standar,” pungkas Jasmono.(JPNN/RS)