KENDARI – Pengamat Ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) Dr Syamsir Nur mengungkapkan bahwa terjadinya peningkatan inflasi turut mendorong pertambahan angka kemiskinan di daerah. Pasalnya dengan kenaikan harga komoditi bahan pokok dapat memicu terjadinya inflasi sehingga berdampak pada penambahan tingkat kemiskinan.
Dijelaskan, inflasi di Sultra masih terus terjadi karena adanya kenaikan harga beberapa komoditi. Dengan daya beli masyarakat yang tinggi, dan kemampuan pendapatan masyarakat ditingkat bawah yang kurang turut berkontribusi pada peningkatan kemiskinan.
“Pemerintah ini kan mengukur kemiskinan itu dari aspek pengeluaran yah, semakin jauh dari rata-rata kemiskinan pengeluaran masyarakat maka itu di anggap semakin miskin,” ungkap Syamsir saat ditemui di Kendari, Selasa (20/9).
Ia menuturkan, saat ini yang menjadi problemnya adalah masyarakat yang baru pulih dari Covid-19, yang ekonominya sedang dalam perbaikan dan belum memperoleh ekonomi yang baik, tiba-tiba akan ada tambahan pengeluaran lagi dengan kenaikan harga tranportasi akibat kenaikan BBM dan bahan pokok.
“Maka masyarakat akan masuk garis kemiskinan, rata-rata pengeluaran perkapita dengan jumlah yang pengeluaran setiap orang akan mengalami perubahan dengan kenaikan harga komoditas ini,” ucapnya.
Lanjutnya, ada beberapa kelompok masyarakat yang rentan miskin dan ini lah yang akan berpindah jika tidak mampu bertahan pada kenaikan harga maka akan berpindah posisi menjadi miskin.
Dia menambahkan, yang paling berdampak antara masyarakat di daerah dan perkotaan akan lebih dirasakan oleh masyarakat perkotaan tetapi berdasarkan data-data kemiskinan terbesar itu ada di desa.
“Namun ini karakteristiknya berbeda dan yang cenderung bertambah ini dikota, pengangguran ini juga ada beberapa kategori misalkan ada sebagian orang yang bekerja di bidang yang bukan ahlinya maka akan rentan di pecat, jadi akan menambah angka penganguran atau kemiskinan di perkotaan,” cetusnya.
Saat dikonfirmasi terkait langkah yang bakal dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sultra untuk menekan laju inflasi, Kepala Disperindag Sultra, Siti Saleha tidak ada di kantornya dan dihubungi melalui telepon seluler tidak memberikan komentar dan tanggapannya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara Doni Septadijaya menyebut pihaknya yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus berupaya menekan laju inflasi dengan mendorong berbagai terobosan.
“Komoditas pangan ini cukup bergejolak beberapa bulan terakhir termasuk di Kota Kendari dan Sultra pada umumnya. Kami mengadakan pasar murah ini untuk membangun optimisme bahwa ketersediaan bahan pangan itu masih ada sehingga bisa menekan inflasi,” ucapnya.
Lanjut Doni, untuk menekan laju inflasi, BI menggalakkan gerakan penanaman cabai khususnya di Kota Kendari, agar masyarakat bisa memenuhi sendiri kebutuhan cabainya secara mandiri.
BI Sultra banyak melakukan optimalisasi kelompok wanita untuk melakukan penanaman cabai. Untuk bibitnya, BI Sultra mendapatkan pasokan dari banyak toko tani yang ada di Kota Kendari. Sebanyak lima ribu bibit cabai disediakan oleh BI Sultra.
“Kontribusi cabai terhadap inflasi di Sultra mencapai 0,14 persen. Ini perlu kita turunkan agar tidak mempengaruhi inflasi secara umum,” tutupnya. (RS)