KENDARI – Kuasa Hukum masyarakat pemilik lahan di Desa Mapila, Kecamatan Kabaena Utara, Zion Natongam Tambunan SH MH bersama rekannya menggugat PT Bukit Makmur Resource (BMR) di Pengadilan Negeri Pasarwajo terkait dugaan perbuatan melawan hukum yang juga melibatkan Kepala Desa Mapila terkait penerbitan akta sewa menyewah tanah.
Pedahal, lanjut Zion, sebagian lahan tersebut merupakan milik sekelompok masyarakat Desa Mapila. Hal ini ia ungkapkan saat menggelar konferensi pers yang dihadiri sejumlah awak media, jumat (12/8/2022) di perumahan elit Citra Land Kendari.
Zion mengatakan, perusaahan Bukit Makmur Resource (BMR) yang bergerak di pembangunan smelter pemurnian ore nikel diduga masuk ke lokasi Desa Mapila, Kecamatan Kabaena Utara. Dimana sebagian lahan areal yang dimiliki perusahaan BMR ini milik sekelompok masyarakat yang mempunyai hak atas tanah tersebut.
“Proses ini sudah masuk diranah Pengadilan Negeri Pasar Wajo dengan nomor register perkara 19 yang sedang diuji. Luas tanah tersebut berdasarkan surat penguasaan fisik yang dibuatkan oleh sang Kepala Desa Mapila pada tahun 2021 dan diduga seluas kisaran 91 hektar. Seolah-olah tanah itu menjadi Tanah Kas Desa (TKD) yang diduga disewakan kepada perusahaan BMR,” terang Zion.
Zion mengaku, total luasan lahan milik sekelompok masyarakat yang dibelannya kurang lebih seluas 40 hektar didalam lokasi yang disewakan kepada perusahaan tersebut.
“Makanya kami mengugat pada pihak perusahaan BMR dan juga oknum Kepala Desa Mapila bernisial S dan kami mempertayakan apa dasar hukumnya sang Kades menyewakan tanah klien kami. Sebelum kami ketahui sampai saat ini surat yang diterbitkan oleh oknum Kades Mapila bernisial S itu adalah berupa surat penguasaan fisik yang diterbitkan di bulan Maret dan dibuatlah sewa menyewa kepada pihak perusahaan BMR pada bulan Juli 2021,” tambah Zion.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bombana agar melakukan upaya mediasi kepada pihak sekelompok masyarakat yang terdampak dugaan penyerobotan lahan.
“Prinsipnya informasi dari pengakuan klien kami pernah ada sosialisasi, tetapi sosialisasi itu tidak menyeluruh pada masyarakat Desa Mapila yang terkena korban saat ini. Artinya sekolompok masyarakat yang ditunjuk saja yang mewakili masyarakat desa untuk memberikan berita acara kesepakatan, dan tidak semua pemilik lahan,” cetusnya lagi.
Lanjutnya, adapun disisi lain yang diberatkan itu klien kami merasa dirugikan, sebab tanah yang dimiliki klien kami itu diduga sudah disalahgunakan oleh oknum Kades Mapila bernisial S dan diduga dengan menyewakan ke pihak perusahaan BMR tanpa seizin dari para pemilik lahan.
“Setelah persidangan nanti kita akan menyurat juga kepada pihak Kementerian Agraria meminta Satgas Mafia Tanah turun memberantas dugaan oknum mafia tanah yang ada di Desa Mapila, Kecamatan Kabaena Utara, Kabupaten Bombana dan yang jelas ini ada dugaan mafia tanah ada di lokasi tersebut,” tambah Zion.
“Kita tunggu saja proses hukumnya karena kami tinggal tunggu sidang tanggal 25 Agustus 2022 dan ini memang kasus perdata, tetapi kami juga akan menggali pidana hukumnya. Semoga dengan jumpa pers ini pihak perusahan BMR silakan membuktikan masing-masing tentang kepemilikanya dan selama proses ini kita minta dengan hormat ke perusahaan BMR agar mengindahkan proses hukum ini sampai berkekuatan hukum tetap,” pungkasnya.
Terpisah, saat Harian Rakyat Sultra mencoba mengkonfirmasi Kades Mapila melalui telefon genggamnya sebanyak tiga kali, namun nomor yang bersangkutan tidak aktif atau berada diluar jangkauan.
Sementara saat Harian Rakyat Sultra mengkonfirmasi pihak perusahaan dalam hal ini, Manager Site PT BMR, Patrick Pasassung, Selasa (9/8/2022) usai masyarakat pemilik lahan bermonstrasi di Kantor DPRD Bombana, Patrick memilih diam, namun bersiap menghadiri panggilan pihak DPRD Bombana pada Senin (16/8/2022).
“Nanti di DPR saja kami hadir. Kami diam saja dulu. Karena ada yang mediasi kami no coment nanti ketemunya di pemerintah,” singkat Patrick. (RS)