JAKARTA, rakyatsultra – Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra,) Ali Mazi menyaksikan pemaparan Rencana Investasi Pembangunan Industri Pabrik Baterai dan Baja di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (1/8/2022).
Pemaparan itu turut disaksikan Ketua KADIN Prov. Sultra Anton Timbang dan sejumlah OPD lingkup Pemprov Sultra antara lain, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Prov. Sultra Parinringi, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Sultra Andi Azis, Kepala Dinas Perhubungan Prov. Sultra Muhamad Rajulan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sultra La Ode Kardini, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Prov. Sultra Pahri Yamsul.
Turut hadir Plt. Kepala Dinas Kehutanan Prov. Sultra Sahid, Kepala Dinas Sosial Prov. Sultra Martin Efendi Patulak, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Prov.Sultra Ansar, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Sultra Sitti Saleha, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Prov. Sultra Syahruddin Nurdin, dan Direksi Bank Sultra Cabang Jakarta.
PT. Terra Paradisaea menggandeng China ENFI Engineering Corporation (ENFI) terkait rencana Investasi Industri Smelter HPAL (Baterai) dan RKEF (Stainless) di Kabupaten Kolaka Utara. Total investasinya mencapai Rp 130 Triliun.
Di paparan Konsorsium Indonesia-Tiongkok yang dilakukan perwakilan dari PT Terra Paradisaea Choiril Arief Saleh, bahwa rencana pembangunan smelter akan dibagi menjadi tiga tahap.
“Tahap pertama itu total investasi kita sebesar Rp 6 Triliun, lalu pada tahap kedua menjadi Rp 24 Triliun, dan tahap terakhir diperkirakan hingga Rp 100 Triliun.” jelas Choiril Arif Saleh.
Selanjutnya, dalam rencana pembangunan industri smelter tersebut akan membuka lapangan pekerjaan yang cukup besar. Tahap pertama perusahaan akan membuka lapangan pekerjaan untuk tiga ribu orang dan tahap kedua bertambah lagi menjadi lima ribu orang sementara tahap ketiga total tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 30 ribu.
“Ini akan menjadi kota baru, bayangkan saja kalau hingga tahap ketiga perusahaan membuka lapangan pekerjaan hingga 30 ribu, belum lagi dengan anak dan istri bisa berjumlah 100 ribu,” jelas Perwakilan PT. Terra Paradisaea, Choiril Arief Saleh.
Choiril Arief Saleh juga menyebutkan bahwa rencana pembangunan industri smelter akan dilakukan di 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Tolala, Kecamatan Batu Putih dan Kecamatan Pakue. Hanya saja, ia membeberkan bahwa pihaknya mengalami kendala karena ada lokasi rencana pembangunan smelter yang masuk dalam kawasan hutan lindung.
“Kami berharap pemerintah bisa mendukung dan membantu kami, karena ini ada kawasan yang masuk dalam kawasan hutan lindung,”lanjutnya.
Gubernur Ali Mazi sangat mengapresiasi rencana PT. Terra Paradisaea, apalagi status perusahaan tersebut merupakan perusahaan nasional yang tentunya harus mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Sebagai epala pemerintah daerah Sulawesi Tenggara, Gubernur Ali Mazi yakin bahwa kehadiran investor akan memberikan angin segar.
“Saya pasti bantu, kalau masalah Hutan Lindung nanti kita lihat RT/RW-nya, saya pasti akan bantu kalau perlu sampai ke kementerian karena niatnya baik. Asalkan PT. Terra Paradisaea ini serius, punya anggarannya dan mau kerja,” kata Gubernur.
Gubernur Ali Mazi bahkan menegaskan untuk mempercepat proses pembangunan industri smelter tersebut, jika memungkinkan ia akan mengelurkan izin sementara. Gubernur Ali Mazi juga mengimbau kepada seluruh warga untuk tidak menghalangi ketika ada investor yang akan masuk.
“Investor ini kan masuk untuk kepentingan warga, kehadiran mereka untuk warga. Kami imbau jangan halangi kalau dihalangi kapan akan tumbuh dan berkembang daerah itu. Tumbuh dan berkembangnya daerah itu, tergantung kalau ada investor masuk,” imbau Gubernur Ali Mazi.
Selaras dengan hal tersebut, Ketua KADIN Prov. Sultra Anton Timbang menuturkan sebagai Ketua KADIN, ia terus berupaya dan membuka jaringan agar iklim investasi dan berbagai agenda nasional terus terlaksana di Sulawesi Tenggara. Anton Timbang juga membeberkan bahwa kehadiran PT. Terra Paradisaea sebagai salah satu perusahaan nasional yang memiliki niat baik harus didukung penuh.
“Kondisi investasi di Indonesia itu tercatat enam persen dari perusahaan nasional dan dari luar 94. Pembangunan smelter baru kali ini putra daerah yang membangun di daerah kita, jadi harus kita dukung,” kata Ketua KADIN Prov. Sultra Anton Timbang.
Ketua KADIN Anton Timbang berharap agar keseriusan dari PT. Terra Paradisaea untuk melakukan investasi tidak dihalangi dan bisa dipermudah.
“Saya harap dukungan dari Gubernur dan seluruh OPD untuk proses perizinan bisa cepat, harapan kami bulan Desember atau Januari paling lambat kita sudah bisa melakukan groundbreaking untuk smelter ini,” harap Ketua KADIN Prov. Sultra Anton Timbang.
Selanjutnya, Ketua KADIN juga menghimbau agara PT. TERRA Paradisaea dan investor-investor lainnya agar menabung di Bank Sultra. Menurutnya, dengan menabung di Bank Sultra, ini menunjukkan kepedulian dan perhatian terhadap pemerintah daerah.
“Menabung di Bank Sultra adalah bentuk perhatian dan kepedulian kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara,” kata ketua KADIN
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Prov. Sultra Parinringi yang ikut memandu jalannya diskusi memastikan bahwa masalah RT/RW yang jadi permasalahan akan segera dituntaskan.
“Kita secepatnya akan bentuk tim, kita akan bahas lagi teknisnya harus pikirkan masalah tata ruang karena terbagi antara darat dan laut sehigga yang paling pertama tata ruang di Kolaka Utara dan Provinsi Sulawesi Tenggara terutama untuk pelabuhan dan industrinya itu sendiri,” kata Kadis DPM-PTSP Prov. Sultra Parinringi.
Sementara itu, nikel merupakan komoditas utama sektor pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Potensi sumber daya mineral (SDM) nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara cukup besar, yaitu sebesar 97,4 miliar ton yang tersebar dalam luas 480 ribu Ha. Periode 2008-2013 telah dilakukan penambangan mineral nikel sebanyak 56,9 juta ton sehingga sumber daya yang tersedia saat ini sebanyak 97,3 miliar ton mineral nikel.
Perbandingan antara produk biji nikel dengan produk Ferronikel (FeNi) adalah sebesar 377:1, ini menandakan bahwa pada periode tersebut kesadaran untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian masih sangat minim. (RS)