JAKARTA – Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo tentang Penghapusan Honorer masih menjadi polemik.
Reaksi penolakan dari kalangan honorer K2 (kategori dua) yang belum diangkat menjadi PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) makin keras.
Menurut Koordinator Wilayah Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Provinsi Jambi Amaden, suasana di lapangan menjadi tidak kondusif karena SE MenPAN-RB tertanggal 31 Mei 2022 tersebut.
Tidak hanya honorer yang resah, Pemda juga dibikin pusing dengan keberadaan SE yang menjadi aturan honorer dihapus itu.
“Bagaimana Pemda enggak pusing kalau disuruh menghapus honorer,” ujar Amaden, Jumat (3/6).
Memang, kata Amaden, di SE ada perintah setiap pejabat pembina kepegawaian (PPK) instansi pusat maupun daerah harus mencari solusinya.
Apakah para tenaga honorer akan dialihkan menjadi CPNS atau PPPK.
Kalau harus diangkat menjadi CPNS, pemda bingung lagi dengan aturan PP Manajemen PNS yang membatasi usia maksimal 35 tahun.
“Pusat kan tidak tahu bagaimana kondisi daerah. Pemda masih mempekerjakan honorer karena enggak mampu bayar gaji layak,” ujarnya.
Sementara, untuk mengalihkan honorer ke PPPK, menurut Amaden, banyak pemda yang kesulitan membayar gaji.
Contohnya, di wilayah Jambi, gaji PPPK yang disebut-sebut masuk Dana Alokasi Umum (DAU), teryata tidak ada.
Itu sebabnya PHK2I berupaya mendekati DPRD agar ada alokasi PPPK di DAU 2022.
Dia juga mengingatkan pemerintah pusat soal database honorer K2 di Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Bagaimana nasib 300 ribu honorer K2 kalau pemerintah mau menghapuskan honorer. Honorer K2 bukan benda yang bisa dibuang kapan saja.
“Kalau pemerintah tetap menghapuskan honorer berdasarkan SE MenPAN-RB akan terjadi aksi demo besar-besaran,” tegasnya.
Amaden menilai masalah honorer K2 tidak selesai karena kesalahan pusat juga.
Bukannya menyelesaikan honorer K2 dulu, tetapi malah mengakomodasi honorer yang masa kerjanya minimal tiga tahun.
“Tolong, honorer K2 yang tersisa diselesaikan, jangan malah dihapuskan,” pungkas Amaden. (jpnn/rs)