BATAUGA – Amblasnya jalan pusat perkantoran Bumi Praja Buton Selatan yang berada tepat berhadapan langsung dengan Sungai Masiri masih menyusahkan segudang tanya. Betapa tidak, pihak Pemerintah Kabupaten Buton Selatan yang telah menetapkan status darurat bencana atas kejadian tersebut akan berdampak pada tersedotnya anggaran daerah untuk pembiayaan yang terbilang menjadi tanggung jawab pemilik izin galian material sungai Masiri.
Kepala Pelaksana (Kalaks) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buton Selatan, Zamaluddin menuturkan penetapan status darurat atas amblasnya jalan pusat perkantoran Bumi Praja Buton Selatan telah melalui sejumlah kajian. Baik itu, tindak lanjut atas prakiraan cuaca oleh BMKG bahkan kajian bersama tim yang ditunjuk oleh pihaknya.
“Kemarin itu ditetapkan status darurat karena ada cuaca ekstrim yang melanda disejumlah perairan di Indonesia salah satunya perairan Buton Selatan. Jadi amblasnya jalan ini juga bisa kita kategorikan sebagai dampak dari cuaca buruk itu,” tuturnya
Kata dia, selain dampak cuaca ektrim amblasnya jalan tersebut juga tidak terlepas dari aktivitas pertambangan oleh pihak perorangan yang mengeruk material sungai hingga mendekati bibir jalan raya. Sehingga, air yang turun dari hulu sungai akan mengikis material yang menjadi tumpuan jalan raya pusat perkantoran Kabupaten Busel.
“Setiap hari arus sungai yang mengalir mengikis material yang menjadi tumpuan jalan raya. Jadi kalau tidak segera disiasati maka dimungkinkan jalan tersebut akan tambah amblas dan terputus. Dan harus dipahami yang status darurat itu bukan terputusnya jalan raya tapi aliran sungainya yang kami nilai dalam kesiap-siagaan dalam bencana yang ditetapkan sebagai kondisi darurat,” tambahnya
Dia menambahkan, pihaknya tidak mengetahui persis apa yang menjadi tanggung jawab yang harus dipenuhi pemilik izin pengolahan material sungai Masiri. Hanya saja, semangat penentuan status darurat oleh pihaknya tidak terlepas dari upaya penyelamatan aset daerah agar kerusakannya tidak begitu besar.
“Yang pasti kami hanya tetapkan status daruratnya, nanti eksekusi anggaran untuk mengatur jalur aliran air sungai itu menjadi tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Buton Selatan. Entah itu tanggung jawab pengembang karena dampak aktivitas galiannya, itu kami tidak tahu menahu,” jelasnya
Dari informasi yang diperoleh pihaknya, saat ini rekontruksi aliran sungai Masiri masih terus dikerjakan oleh instansi teknis. Baik itu penimbunan kembali material yang sudah pernah dikeruk oleh pemilik izin bahkan dimungkinkan akan dilakukan betonisasi untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.
“Karena penilaian atas kondisi darurat maka secara otomatis kegiatan itu langsung dikerjakan secepatnya agar tidak terjadi hal-hal yang dikhawatirkan dapat terjadi. Persoalan tender itu dapat dikesampingkan mengingat ini kondisi urgen yang harus mendapat perhatian secepat mungkin,” ucapnya.
Untuk diketahui, dalam kesanggupan atas dampak lingkungan yang ditimbulkan, pihak pengembang diisaratkan untuk membentuk bangunan pengendali erosi berupa bronjong. Bahkan tidak kalah pentingnya, pihak pengembang juga harus melakukan penyiraman jalan raya bila emisi debu terbilang cukup tinggi dan melakukan penghijauan di areal lokasi yang menjadi lokasi pengambilan material Sungai Masiri. (M2/HDI)