Anggota DPD-RI asal Sultra, DR H MZ Amirul Tamim M.Si saat menggelar pertemuan bersama Pemkab Busel diaula Gedung Wisata Rujab Bupati, Rabu (16/3/2022). Foto : LM.Suharlin/Rakyat Sultra.
BATAUGA- Rancangan Undang-Undang Sulawesi Tenggara yang digodok oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak memasukan Kawikawia, Kabupaten Buton Selatan dan Runduma, Kabupaten Wakatobi menjadi perbincangan hangat di sejumlah kalangan di Buton Raya, tak terkecuali senator DPD RI asal Sultra, DR H MZ Amirul Tamim M.Si.
Wilayah yang sedianya menjadi bagian administrasi Provinsi Sultra, kini dicaplok dan dikuasai oleh daerah lain.
Amirul Tamim sangat menyayangkan RUU yang selangkah lagi akan ditetapkan menjadi undang-undang itu. Pasalnya, dua wilayah yang sedianya menjadi bagian administratif Provinsi Sultra tentu memiliki sederet perjalanan panjang masa lalu.
“Baik Kawikawia maupun Runduma tentu menjadi bagian dari Kabupaten Buton bahkan kerajaan Buton masa silam. Jadi pemerintah pusat jangan hanya melihat wilayah itu dengan kondisi saat ini dengan mengabaikan cerita masa lampau,” tuturnya.
Kata dia, kedua wilayah yang dimungkinkan akan dikuasai oleh daerah tetangga tersebut dipastikan pihaknya akan menimbulkan sejumlah polemik dimasyarakat. Apalagi, Sultra harus bersikukuh untuk menjaga keutuhan wilayahnya atas identitas yang dimiliki.
“Sejak saya masih menjabat sebagai anggota DPR RI masalah ini telah disuarakan. Karena kala itu saya menilai pengambilalihan wilayah tersebut oleh daerah tetangga akan menimbulkan polemik baru yang menjurus pada konflik di tengah masyarakat,” tambahnya.
Dia menambahkan, hadirnya RUU Sultra juga diyakini pihaknya akan menjadi batu sandungan percepatan pemekaran provinsi baru di Sultra. Apalagi, pemetaan wilayah dalam RUU Sultra itu diyakini akan menimbulkan ruang konflik baru antara Sultra dengan daerah sekitarnya.
“Jangan sampai ini akan menjadi pintu masuk yang menimbulkan ruang konflik Sultra dengan wilayah daerah perbatasan. Jadi ini yang harus diperhatikan pemerintah pusat dalam pemaparan saya sebagai narasumber dalam pembahasan RUU yang dimaksud ini,” jelasnya.
Dijelaskan, bila menarik dari sejarah masa lalu, wilayah Kawikawia telah menjadi wilayah yang dikuasai oleh Kesultanan Buton sejak Indonesia belum merdeka. Dimana, lokasi tersebut dijadikansebagai lokasi aktivitas masyarakat nelayan Kesultanan Buton.
“Dalam pembentukan undang-undang tentu tidak terlepas dari sejumlah aspek dan salah satunya adalah aspek history (sejarah) masa silam. Dan itu tidak boleh diabaikan oleh pemerintah pusat dalam menyusun rancangan undang-undang,” terangnya.
Sementara itu, Bupati Buton Selatan, Laode Arusani telah berupaya keras dalam mempertahankan Kawikawia sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Buton Selatan. Dimulai dari pembangunan monumen Buton Selatan di pulau tersebut bahkan telah melakukan upaya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini telah diputus oleh majelis hakim. (m2/b/aji)